Friday, May 17, 2013

SANITASI LINGKUNGAN PANTAI

Seringkali penggunaan istilah „pantai‟ dan „pesisir‟ tidak didefinisikan dengan jelas dan pasti. Apabila ditinjau secara yuridis tampaknya kedua istilah tersebut harus diberi pengertian secara jelas. Pemaknaan kembali kedua istilah tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan keraguan atau ketidakpastian, baik dalam perumusan suatu peraturan maupun dalam pelaksanaannya. Berikut ini
definisi „pantai‟ dan „pesisir‟ (Diraputra, 2001) :“
Pantai adalah daerah pertemuan antara air pasang tertinggi dengan daratan. Sedangkan garis pantai adalah garis air yang menghubungkan titik-titik pertemuan antara air pasang tertinggi dengan daratan. Garis pantai akan terbentuk mengikuti konfigurasi tanah pantai/daratan itu sendiri”. “Pesisir adalah daerah pertemuan antara pengaruh daratan dan pengaruh lautan. Ke arah daratan mencakup daerah-daerah tertentu di mana pengaruh lautan masih terasa (angin laut, suhu, tanaman, burung laut, dsb). Sedangkan ke arah lautan daerah pesisir dapat mencakup kawasan-kawasan laut dimana masih terasa atau masih tampak pengaruh dari aktifitas di daratan (misalnya penampakan bahan pencemar, sedimentasi, dan warna air)”.

Dari definisi pantai dan pesisir tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian pesisir mencakup kawasan yang lebih luas dari pengertian pantai. Dalam konteks ini dapat pula dibedakan antara „tanah pantai‟dan ‟tanah pesisir‟. Berikut ini definisi „tanah pantai‟ dan ‟tanah pesisir.
Tanah pantai adalah tanah yang berada antara garis air surut terendah dan garis air pasang tertinggi, termasuk ke dalamnya bagian-bagian daratan mulai dari garis air pasang tertinggi sampai jarak tertentu ke arah daratan, yang disebut sebagai„sempadan pantai‟.
Menurut Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2002 tentang Pengelolaan, sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai. Kawasan sempadan pantai berfungsi untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu/merusak fungsi dan kelestarian kawasan pantai.
Daerah sempadan pantai hanya diperbolehkan untuk tanaman yang berfungsi sebagai pelindung dan pengaman pantai, penggunaan fasilitas umum yang tidak merubah fungsi lahan sebagai pengaman dan pelestarian pantai. Berdasarkan Kepres No.32 Tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung telah ditentukan bahwa :
1) Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai (pasal 13).
2) Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat (pasal 14).
Wilayah pantai dapat dipahami sebagai wilayah tempatbertemunya berbagai kepentingan, baik pemerintah, pengusaha maupun masyarakat dalam rangka memanfaatakan wilayah pantai dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Dalam kaitan ini, pemanfaatan sumber daya pantai dan ekosistemnya melalui peraturan perundang-undangan memiliki kedudukan penting dalam upaya memperkecil, mencegah, atau bahkan menghindarkan terjadinya tumpang-tindih kewenangan dan benturan kepentingan.
Perlu diingat bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pantai bersifat lintas sektoral karena sektor kelautan melingkupi kewenangan beberapa institusi negara yang memiliki bidang kerja yang berkaitan dengan laut, misalnya perhubungan, pariwisata dan budaya, energi dan sumber daya mineral, serta kelautan dan perikanan. Problemnya, institusi-institusi tersebut tidak memiliki platform dan arah kebijakan pembangunan yang sejalan dalam bidang kelautan. Masing-masing institusi negara berjalan sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas. Seperti yang terjadi di kawasan wisata Bunaken, tidak hanya Pemda terlibat dalam pengelolaannya, melainkan juga melibatkan sejumlah instansi terkait seperti, Badan Pengelola Kawasan Bunaken di Pemda Sulut, Dinas Pariwisata Sulut, Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SBKSDA) dan Dinas Kehutanan Sulut.
Tinjauan yuridis pantai mencakup pula status kepemilikan kawasan dalam sempadan pantai dan peraturan perundangan yang memuat ketentuan lebar kawasan sempadan pantai dihitung dari garis pantai. Dari beberapa definisi sempadan pantai yang telah dikemukan di atas, dapat disimpulkan bahwa kawasan sempadan pantai merupakan kawasan yang dikuasai oleh Negara yang dilindungi keberadaannya karena berfungsi sebagai pelindung kelestarian lingkungan pantai. Dengan demikian kawasan sempadan pantai menjadi ruang publik dengan akses terbuka bagi siapapun (public domain).
Status tanah Negara pada kawasan tersebut mengisyaratkan bahwa negara dalam hal pemerintah yang berhak menguasai dan memanfaatkannya sesuai dengan fungsinya. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan sempadan pantai semata-mata difokuskan untuk kegiatan yang berkaitan dengan fungsi konservasinya serta harus steril atau terbebas dari kegiatan pembangunan. Pemerintah sebagai pemegang hak pengelolaan memegang peranan dalam mengendalikan pemanfaatannya tersebut, bisa dengan jalan kontrol memberikan ijin pemanfaatan bagian-bagian tanah kawasan pantai pada pihak ketiga berdasarkan perjanjian. Dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban mengadakan pengawasan terhadap pengelolaan kawasan pantai oleh pihak ketiga tersebut. Selain pengawasan dan kontrol terhadap pemanfaatan kawasan sempadan pantai, sebelumnya perlu dilakukan pengetatan pemberian izin lokasi untuk pemanfaatan tanah pantai. Sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam uraian di atas ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di Indonesia, setelah terjadi perubahan paradigma pemerintahan, yakni dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, maka tiap daeah tingkat II memiliki wewenang untuk mengelola wilayah laut selebar 1/3 mil dari lebar laut yang menjadi wewenang propinsi. Wewenang tersebut, termasuk membuat peraturan tentang penentuan kawasan sempadan pantai, yang lebarnya ditetapkan sesuai dengan kondisi fisik pantai masing-masing daerah. Walaupun begitu Pemerintah Pusat melalui Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, telah menetapkan kawasan sempadan pantai dengan jarak minimal 100 meter dari pantai pada waktu pasang tertinggi, sebagai pedoman bagi pemerintah di daerah tingkat II.
Fakta adanya pelanggaran-pelanggaran di kawasan sempadan pantai mungkin juga dipicu oleh peraturan perundang-undangan dalam jumlah banyak secara bersamaan dalam waktu yang sama dan dalam ruang yang sama pula. Hal ini sudah barang tentu telah membawa konsekuensi terjadinya disharmoni hukum yang ditunjukkan misalnya dengan adanya tumpang-tindih kewenangan dan benturan kepentingan. Contoh konkret dari disharmoni tersebut adalah ketidakselarasan dan ketidakserasian antara penerapan UU Kehutanan dan UU Perikanan dalam masalah konservasi. Inkonsistensi dalam penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran hukum juga menimbulkan terjadinya disharmoni hukum yang harus diharmonisasikan melalui kegiatan penyerasian dan penyelarasan hukum (Patlis Jason M. dkk,2005). Situasi ini perlu segera disikapi dengan menyelaraskan berbegai peraturan yang sudah melalui revisi-revisi, pencabutan atau penerbitan peraturan yang baru.
Terima Kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.


Sameera ChathurangaPosted By Sameera Chathuranga

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat contact me

Thank You


1 Responses So Far:

sachielwacek said...

The Poker Room | MapYRO
The Poker Room 보령 출장마사지 at 군포 출장샵 Mapyro: Location, Reviews, Phone 구미 출장마사지 number, Address, 용인 출장마사지 Reviews. Rating: 4.7 · ‎10 votes · ‎Price range: $30 and over 영주 출장안마

Post a Comment