Friday, May 17, 2013

EKOSISTEM SUNGAI DAN BANTARAN SUNGAI

Sungai diibaratkan sebagai urat nadi dalam tubuh manusia, sementara air yang mengalir dalam urat nadi tersebut adalah seumpama darah. Tanpa urat nadi, darah tidak mungkin mengirimkan berbagai zat makanan yang dibutuhkan oleh semua bagian tubuh manusia. Demikian juga tanpa sungai atau apabila sungai sudah tercemar maka manusia, selain akan kesulitan untuk mendapatkan air yang layak, namun juga akan mahal.
Sebagaimana yang sudah banyak diketahui, DeSanto (1978) mengemukakan bahwa sekitar 70% tubuh manusia merupakan air dan setiap harinya manusia membutuhkan sekitar 1,5 liter air untuk tetap survive, dan ekosistem daratan secara langsung tergantung pada air sebagai faktor yang menentukan struktur dan fungsi seluruh bioma di bumi.
Sementara itu, Odum (1988) mengemukakan bahwa oleh karena air amat penting dan merupakan bagian terbesar dari protoplasma, maka dapatlah dikatakan bahwa semua kehidupan adalah ‘akuatik’ Sungai, tempat air mengalir dan membawa berbagai kebutuhan hidup manusia dan berbagai makluk lain yang dilaluinya, merupakan bagian dari ekosistem air tawar.
Meskipun luasan sungai dan jumlah air yang mengalir yang didalamnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan luas dan jumlah air yang di laut, namun sungai memiliki peranan penting secara langsung bagi kehidupan manusia dan makluk di sekitarnya. Bila harus mendatangkan air dari laut, tentunya selain mahal dan lama, juga dibutuhkan teknologi tinggi untuk mentawarkan air laut tersebut. 
Klasifikasi Habitat Air Tawar
Berdasarkan pertimbangan beberapa kondisi dasar ekologi, DeSanto (1978), Odum (1988), Ewusie (1990) mengklasifikasikan habitat air tawar menjadi dua tipe, yaitu:
1. Air tergenang, atau habitat lentik (berasar dari kata lenis = tenang), seperti danau, kolam, rawa atau pasir terapung.
2. Air mengalir, atau habitat lotik (berasal dari kata lotus = tercuci), seperti mata air, aliran air (brook-creek) atau sungai.
Lebih lanjut Odum (1988) mengemukakan bahwa seseorang tidak perlu menjadi ahli, atau mengambil variasi kehidupan yang ada, untuk mengenali perbedaan antara air tergenang dan air mengalir. Ewusie (1990) menjelaskan satu perbedaan mendasar antara danau (air diam) dengan sungai (air mengalir) adalah bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air mengisi cekungan itu, tetapi danau itu setiap saat dapat terisi oleh endapan sehingga menjadi tanah kering. Sebaliknya, sungai terjadi karena airnya sudah ada, sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama masih terdapat air yang mengisinya.
Pada umumnya, perbedaan antara aliran air (sungai) dengan air tergenang (kolam) terkait dengan 3 (tiga) kondisi (Odum, 1988), yaitu (1) arus adalah faktor yang paling penting mengendalikan dan merupakan faktor pembatas di aliran air, (2) pertukaran tanah-air relatif lebih ekstensif pada aliran air yang menghasilkan ekosistem yang lebih ‘terbuka’ dan suatu metabolisme komunitas tipe ‘heterotropik’, dan (3) tekanan oksigen biasanya lebih merata dalam aliran air, dan stratifikasi termal maupun kimiawi tidak ada atau dapat diabaikan.
Zona Utama Sungai Ada dua zona utama pada aliran air (sungai) (Odum, 1988), yaitu:
1. Zona air deras: daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang beradaptasi khusus atau organisme ferifitik yang dapat melekat atau berpegang dengan kuat pada dasar yang padat, dan oleh ikan yang kuat berenang. Zona ini umumnya terdapat pada hulu sungai di daerah pergunungan.
2. Zona air tenang: bagian sungai yang dalam dimana kecepatan arus sudah berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar, sehingga dasarnya lunak, tidak sesuai untuk bentos permukaan tetapi cocok untuk penggali nekton dan pada beberapa kasus, plankton. Zona ini banyak dijumpai pada daerah yang landai, misalnya di pantai timur Sumatera, dan Kalimantan.
Selain itu, jika pada kolam dan danau zonasi yang menonjol adalah horisontal, tetapi pada sungai (air mengalir) zonasinya secara longitudinal. Jadi, di dalam danau, zona yang berturut-turut dari tengah ke tepian berturut-turut mewakili tingkat geologis yang lebih tua pada proses pengisian danau. Sedangkan pada sungai dapat dijumpai tingkat yang lebih tua dari hulu kehilir. Perubahan lebih terlihat pada bagian atas dari aliran air, dan komposisi kimia berubah dengan cepat. Perubahan komposisi komunitas sewajarnya lebih jelas pada kilometer pertama dibandingkan 50 kilometer terakhir (Odum, 1988)
Sifat dan Adaptasi Komunitas Sungai
Arus merupakan faktor pembatas utama pada aliran deras, tetapi dasar yang keras, terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan permukaan yang cocok untuk organisme (flora dan fauna) untuk menempel dan melekat. Dasar di air tenang yang lunak dan terus-menerus berubah umumnya membatasi organisme bentik yang lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih besar lagi, dimana gerakan air lebih lambat, lebih sesuai untuk plankton, neuston dan plankton. Komposisi jenis dari komunitas air deras sewajarnya 100% berbeda dari zona poerairan yang tenang seperti kolamdan danau (Odum, 1988). Beberapa bentuk adaptasi dari organisme komunitas air deras untuk mempertahankan posisi pada air yang mengalir (DeSanto, 1978, Odum, 1988) adalah:
1. Melekat permanen pada substrat yang kokoh, seperti batu, batang kayu, atau massa daun. Dalam kategori ini termasuk tanaman produsen utama dari aliran air, berupa (a) ganggang hijau yang melekat, seperti Cladophora, yang mempunyai serabut yang panjang; (b) diatomae yang bertutup keras yang menutupi berbagai permukaan; danc) lumut air dari marga Fontinalis dan beberapa marga yang lain yang menutupi batubahkan aliran air yang paling deras sekalipun.
2. Kaitan dengan penghisap. Sejumlah besar binatang yang hidup di aliran air deras mempunyai kaitan atau penghisap yang memungkinkan mereka untuk berpegang pada permukaan yang tampak halus. 
3. Permukaan bawah yang lengket. Banyak binatang dapat menempelkan diri pada permukaan dengan bagian bawahnya yang lengket. Sebagai contoh adalah siput dan cacing pipih.
4. Badan yang stream line. Hampir semua bianatang aliran air, dari larva serangga sampai ikan, menunjukkan bentuk ‘streamline’, dimana bentuk badannya hampir serupa dengan telur, melengkung lebar didepan dan meruncing ke arah belakang, menyebabkan tekanan minimum dari air yang mengalir melewatinya.
5. Badan yang pipih. Sebagai tambahan dari ‘streamline’, banyak binatang daerah aliran air deras menunjukkan badan yang pipih yang memungkinkan mereka menemukan tempat perlindungan di bawah batu dan dicelah-celah batu. Jadi badan dari nimfa lalat batu (‘stonefly’) dan ‘mayfly’ yang hidup di aliran air jauh lebih pipih dibandingkan dengan badan nimfa dari jenis yang dekat hubungannya tetapi hidup dikolam.
6. Rheotaxis positif (rheo = arus, taxis = pengaturan). Binatang aliran air hampir tidak bervariasi berorientasi ke arah hulu dan, bila dapat berenang, terus-menerus bergerak melawan arus. Karakter tersebut merupakan polah tingkah laku yang diturunkan. Kebalikannya, banyak binatang yang hidup di danau, bila ditempatkan di air mengalir, hanyut bersama dengan arus dan tidak berusaha untuk berorientasi atau bergerak melawan arus. Pola tingkah laku yang diturunkan untuk rheotaxis positif sama pentingnya dengan adaptasi morfologi yang disebutkan sebelumnya.
7. Thigmotaxis positif (thigmo = sentuhan, hubungan). Banyak binatang aliran air mempunyai pola tingkah laku yang diturunkan untuk melekat dekat permukaan atau menjaga badannya agar dekat dengan permukaan. Jadi bila sekelompok nimfa ‘stonefly’ ditempatkan di suatu cekungan, mereka berusaha untuk berhubungan dengan bagian bawah dari cabang kayu, reruntuhan, atau apa saja yang ada, bahkan saling melekat bila tidak ada permukaan yang dapat dilekati.

Terima kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



SUNGAI

Menurut Nurisjah (2004), sungai adalah tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan pada suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi, dan merupakan salah satu badan air lotik yang utama. Yaitu :
1. Badan air dengan air yang mengalir (sistem lotik)
2. Badan air dengan air yang tidak mengalir (sistem lentik).
Menurut Nurisjah (2004), dalam perjalanan air dari mata airnya di bagian hulu yang umumnya terletak di daerah pegunungan menuju ke hilir yang terletak di daerah yang lebih rendah atau dataran, aliran sungai secara lambat laun akan bersatu dengan beberapa sungai lain hingga pada akhirnya badan sungai menjadi besar. Sungai yang memiliki daerah aliran yang panjang dan volume air terbesar disebut sungai utama dan cabang-cabangnya disebut anak sungai. Sungai yang membentuk beberapa buah cabang sebelum berakhir di sebuah wadah kumpulan air (danau atau laut) disebut sebagai cabang sungai.
Sungai-sungai yang mengalir disuatu daerah pegunungan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu pada bagian hulu dimana air mengalir diantara celah-celah pegunungan yang disebut sungai arus deras. Sungai ini merupakan sungai yang kedua tebingnya merupakan bagian dari lereng-lereng gunung yang berdampingan dan sungai yang di luar pegunungan ini selanjutnya dibagi lagi menjadi sungai yang mengalir di lembah dan sungai di daerah kipas pengendapan. Pada bagian sungai arus deras di daerah pegunungan akan terbentuk jurang-jurang. Air yang mengalir dari sungai arus deras umumnya mengandung sedimen dengan konsentrasi yang tinggi. Sebagian dari sedimen ini, dalam perjalanannya, akan diendapkan disepanjang bagian sungai diluar daerah pegunungan.
Sungai dan lembahnya ibarat organisme hidup yang selalu berubah dari waktu ke waktu, mulai dari masa muda, dewasa, dan masa tua (Gambar 3). Siklus kehidupan sungai dimulai ketika tanah baru muncul di atas permukaan laut. Hujan kemudian mengikis tanah tersebut membentuk parit, kemudian parit-parit bertemu sesamanya membentuk sungai. Selain itu, sungai bisa juga terbentuk dari danau yang perlahan menghilang sebagai sungai dangkal dan terkikis membentuk sisi yang curam atau lembah berbentuk V. Anak-anak sungai kemudian tumbuh dari sungai utamanya seperti cabang pohon. Semakin tua sungai lembahnya akan semakin dalam dan anak-anak sungainya akan semakin panjang (Morris, 1980).
Sungai dapat dinyatakan juga merupakan suatu saluran drainase yang terbentuk secara alami dan berfungsi sebagai saluran drainase. Air yang mengalir di dalam sungai, selama keberadaan sungai dan secara terus menerus, akan mengikis tanah bagian dasarnya yang selanjutnya akan membentuk lembah-lembah sungai. Volume sedimen yang besar yang dihasilkan dari reruntuhan tebing sungai di daerah pegunungan dengan kemiringan yang curam akan memiliki atau menghasilkan aliran yang cukup besar. Tetapi setelah aliran mencapai dataran maka gaya aliran akan sangat menurun dan beban yang terdapat dalam arus sungai ini akan secara berangsur diendapkan. Karena itu dapat dilihat ukuran butiran sedimen yang diendapkan di bagian hulu sungai umumnya lebih besar dan bersudut dibandingkan dengan yang terdapat dibagian hilirnya (Nurisjah, 2004).
Menurut Maryono (2008), dalam proses morfologi pembentukan sungai, sungai terbentuk sesuai dengan kondisi geografi, ekologi dan hidrologi daerah setempat, serta dalam perkembangannya akan mencapai kondisi keseimbangan dinamiknya. Kondisi geografi banyak menentukan letak dan bentuk alur sungai memanjang dan melintang. Ekologi menentukan tampang melintang dan keragaman hayati serta faktor retensi
sungai. Sedangkan hidrologi menentukan besar kecil dan frekuensi aliran air di sungai. Ketiga faktor tersebut saling terkait dan secara integral membentuk sungai yang alami. Sungai yang alami akan dapat mendukung kehidupan biota yang tinggal di sungai tersebut karena merupakan habitat aslinya. Intervensi manusia dalam merubah alur sungai (pelurusan pada sungai yang meander dan/atau membelokan sungai yang lurus) akan berakibat terhadap keberlangsungan sungai itu sendiri. 

Terima kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



SANITASI LINGKUNGAN PANTAI

Seringkali penggunaan istilah „pantai‟ dan „pesisir‟ tidak didefinisikan dengan jelas dan pasti. Apabila ditinjau secara yuridis tampaknya kedua istilah tersebut harus diberi pengertian secara jelas. Pemaknaan kembali kedua istilah tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan keraguan atau ketidakpastian, baik dalam perumusan suatu peraturan maupun dalam pelaksanaannya. Berikut ini
definisi „pantai‟ dan „pesisir‟ (Diraputra, 2001) :“
Pantai adalah daerah pertemuan antara air pasang tertinggi dengan daratan. Sedangkan garis pantai adalah garis air yang menghubungkan titik-titik pertemuan antara air pasang tertinggi dengan daratan. Garis pantai akan terbentuk mengikuti konfigurasi tanah pantai/daratan itu sendiri”. “Pesisir adalah daerah pertemuan antara pengaruh daratan dan pengaruh lautan. Ke arah daratan mencakup daerah-daerah tertentu di mana pengaruh lautan masih terasa (angin laut, suhu, tanaman, burung laut, dsb). Sedangkan ke arah lautan daerah pesisir dapat mencakup kawasan-kawasan laut dimana masih terasa atau masih tampak pengaruh dari aktifitas di daratan (misalnya penampakan bahan pencemar, sedimentasi, dan warna air)”.

Dari definisi pantai dan pesisir tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian pesisir mencakup kawasan yang lebih luas dari pengertian pantai. Dalam konteks ini dapat pula dibedakan antara „tanah pantai‟dan ‟tanah pesisir‟. Berikut ini definisi „tanah pantai‟ dan ‟tanah pesisir.
Tanah pantai adalah tanah yang berada antara garis air surut terendah dan garis air pasang tertinggi, termasuk ke dalamnya bagian-bagian daratan mulai dari garis air pasang tertinggi sampai jarak tertentu ke arah daratan, yang disebut sebagai„sempadan pantai‟.
Menurut Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2002 tentang Pengelolaan, sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai. Kawasan sempadan pantai berfungsi untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu/merusak fungsi dan kelestarian kawasan pantai.
Daerah sempadan pantai hanya diperbolehkan untuk tanaman yang berfungsi sebagai pelindung dan pengaman pantai, penggunaan fasilitas umum yang tidak merubah fungsi lahan sebagai pengaman dan pelestarian pantai. Berdasarkan Kepres No.32 Tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung telah ditentukan bahwa :
1) Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai (pasal 13).
2) Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat (pasal 14).
Wilayah pantai dapat dipahami sebagai wilayah tempatbertemunya berbagai kepentingan, baik pemerintah, pengusaha maupun masyarakat dalam rangka memanfaatakan wilayah pantai dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Dalam kaitan ini, pemanfaatan sumber daya pantai dan ekosistemnya melalui peraturan perundang-undangan memiliki kedudukan penting dalam upaya memperkecil, mencegah, atau bahkan menghindarkan terjadinya tumpang-tindih kewenangan dan benturan kepentingan.
Perlu diingat bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pantai bersifat lintas sektoral karena sektor kelautan melingkupi kewenangan beberapa institusi negara yang memiliki bidang kerja yang berkaitan dengan laut, misalnya perhubungan, pariwisata dan budaya, energi dan sumber daya mineral, serta kelautan dan perikanan. Problemnya, institusi-institusi tersebut tidak memiliki platform dan arah kebijakan pembangunan yang sejalan dalam bidang kelautan. Masing-masing institusi negara berjalan sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas. Seperti yang terjadi di kawasan wisata Bunaken, tidak hanya Pemda terlibat dalam pengelolaannya, melainkan juga melibatkan sejumlah instansi terkait seperti, Badan Pengelola Kawasan Bunaken di Pemda Sulut, Dinas Pariwisata Sulut, Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SBKSDA) dan Dinas Kehutanan Sulut.
Tinjauan yuridis pantai mencakup pula status kepemilikan kawasan dalam sempadan pantai dan peraturan perundangan yang memuat ketentuan lebar kawasan sempadan pantai dihitung dari garis pantai. Dari beberapa definisi sempadan pantai yang telah dikemukan di atas, dapat disimpulkan bahwa kawasan sempadan pantai merupakan kawasan yang dikuasai oleh Negara yang dilindungi keberadaannya karena berfungsi sebagai pelindung kelestarian lingkungan pantai. Dengan demikian kawasan sempadan pantai menjadi ruang publik dengan akses terbuka bagi siapapun (public domain).
Status tanah Negara pada kawasan tersebut mengisyaratkan bahwa negara dalam hal pemerintah yang berhak menguasai dan memanfaatkannya sesuai dengan fungsinya. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan sempadan pantai semata-mata difokuskan untuk kegiatan yang berkaitan dengan fungsi konservasinya serta harus steril atau terbebas dari kegiatan pembangunan. Pemerintah sebagai pemegang hak pengelolaan memegang peranan dalam mengendalikan pemanfaatannya tersebut, bisa dengan jalan kontrol memberikan ijin pemanfaatan bagian-bagian tanah kawasan pantai pada pihak ketiga berdasarkan perjanjian. Dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban mengadakan pengawasan terhadap pengelolaan kawasan pantai oleh pihak ketiga tersebut. Selain pengawasan dan kontrol terhadap pemanfaatan kawasan sempadan pantai, sebelumnya perlu dilakukan pengetatan pemberian izin lokasi untuk pemanfaatan tanah pantai. Sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam uraian di atas ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di Indonesia, setelah terjadi perubahan paradigma pemerintahan, yakni dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, maka tiap daeah tingkat II memiliki wewenang untuk mengelola wilayah laut selebar 1/3 mil dari lebar laut yang menjadi wewenang propinsi. Wewenang tersebut, termasuk membuat peraturan tentang penentuan kawasan sempadan pantai, yang lebarnya ditetapkan sesuai dengan kondisi fisik pantai masing-masing daerah. Walaupun begitu Pemerintah Pusat melalui Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, telah menetapkan kawasan sempadan pantai dengan jarak minimal 100 meter dari pantai pada waktu pasang tertinggi, sebagai pedoman bagi pemerintah di daerah tingkat II.
Fakta adanya pelanggaran-pelanggaran di kawasan sempadan pantai mungkin juga dipicu oleh peraturan perundang-undangan dalam jumlah banyak secara bersamaan dalam waktu yang sama dan dalam ruang yang sama pula. Hal ini sudah barang tentu telah membawa konsekuensi terjadinya disharmoni hukum yang ditunjukkan misalnya dengan adanya tumpang-tindih kewenangan dan benturan kepentingan. Contoh konkret dari disharmoni tersebut adalah ketidakselarasan dan ketidakserasian antara penerapan UU Kehutanan dan UU Perikanan dalam masalah konservasi. Inkonsistensi dalam penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran hukum juga menimbulkan terjadinya disharmoni hukum yang harus diharmonisasikan melalui kegiatan penyerasian dan penyelarasan hukum (Patlis Jason M. dkk,2005). Situasi ini perlu segera disikapi dengan menyelaraskan berbegai peraturan yang sudah melalui revisi-revisi, pencabutan atau penerbitan peraturan yang baru.
Terima Kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



PEMANFAATAN SAMPAH

Daur ulang
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan , pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai.

Manfaat pengelolaan sampah
1.    Menghemat sumber daya alam
2.    Mengehemat Energi
3.    Menguranagi uang belanja
4.    Menghemat lahan TPA
5.    Lingkungan asri (bersih,sehat,nyaman)

Contoh  Nilai ekonomis dari bahan daur ulang sampah

NO    JENIS BARANG LAPAK              HARGA/KG
1                        Gelas Aqua                          1600   
2                        Kaleng Oli                            1500   
3                        Ember biasa                         1100   
4       Keras (kaset, yakult, botol kecap)           150   
5               Ember hitam (anti pecah)                 800   
6                        Botol Aqua                            700   
7             Putian (botol bayclin, infus)              1600   
8                           Kardus                               500   
9                       Kertas Putih                           700   
10                        Majalah                              350   
11                         Koran                                500   
12                   Duplek (kardus tipis)               150   
13                        Semen                                400   
14                     Besi Beton                             700   
15                     Besi super                             450   
16                     Besi pipa                               250   
17                Tembaga super                         8000   
18                Tembaga bakar                        7000   
19               Aluminium tebal                         6000   
20                Aluminium tipis                         4000   
21                Botol air besar                           400   
22        Botol bir kecil, sprite, fanta                 200   
Sumber : koperasi pemulung 2003  

Terima Kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



PEMUSNAHAN SAMPAH

Beberapa cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut :
1.    Penumpukan.
Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan resiko karena berjnagkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber penyakit dana badan-badan air.
2.    Pengkomposan.
Cara pengkomposan meerupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi.
3.    Pembakaran.
Metode ini dapat dilakuakn hanya untuk sampah yang dapat dibakar habis. Harus diusahakan jauh dari pemukiman untuk menhindari pencemarn asap, bau dan kebakaran.
4.    “Sanitary Landfill”.
Metode ini hampir sama dengan pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi sampah ditutupi tanah, namun cara ini memerlukan areal khusus yang sangat luas.
a.    Sampah basah : Kompos dan makanan ternak
b.    Sampah kering : Dipakai kembali dan daur ulang
c.    Sampah kertas : Daur Ulang
5.    Botol Bekas wadah kecap, saos, sirup, creamer dll baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal.
6.    Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecualai kertas yang berlapis minyak.
7.    Aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue dll.
8.    Besi bekas rangka meja, besi rangka beton dll
9.    Plastik bekas wadah shampoo, air mineral, jerigen, ember dll
10.    Sampah basah dapat diolah menjadi kompos.

Tempat pembuangan akhir (TPA) atau tempat pembuangan sampah (TPS) ialah tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. TPA dapat berbentuk tempat pembuangan dalam (di mana pembuang sampah membawa sampah di tempat produksi) begitupun tempat yang digunakan oleh produsen. Dahulu, TPA merupakan cara paling umum untuk limbah buangan terorganisir dan tetap begitu di sejumlah tempat di dunia. Sejumlah dampak negatif dapat ditimbulkan dari keberadaan TPA. Dampak tersebut bisa beragam: musibah fatal (misalnya burung bangkai yang terkubur di bawah timbunan sampah); kerusakan infrastruktur (misalnya kerusakan ke akses jalan oleh kendaraan berat); pencemaran lingkungan setempat (seperti pencemaran air tanah oleh kebocoran dan pencemaran tanah sisa selama pemakaian TPA, begitupun setelah penutupan TPA); pelepasan gas metana yang disebabkan oleh pembusukan sampah organik (metana adalah gas rumah kaca yang berkali-kali lebih potensial daripada karbon dioksida, dan dapat membahayakan penduduk suatu tempat); melindungi pembawa penyakit seperti tikus dan lalat, khususnya dari TPA yang dioperasikan secara salah, yang umum di Dunia Ketiga; jejas pada margasatwa; dan gangguan sederhana (mis., debu, bau busuk, kutu, atau polusi suara).


Terima Kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

Sampah di Kota Yogyakarta menjadi masalah yang belum bisa diatasi sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Pemda sebenarnya menyadari masalah ini, tetapi belum menemukan solusi jangka panjang yang tepat. Penelitian perihal Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kota Yogyakarta ini bertujuan untuk (1) memperoleh gambaran tentang pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat, (2) menginventarisasi problematika dalam sistem pengelolaan sampah rumah tangga ini, (3) memberikan rekomendasi untuk menyempurnakan sistem pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat.
Beberapa kesimpulan penelitian ini adaklah: Pertama, pilot project pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat di Gondolayu Lor, Kota Yogyakarta berjalan secara baik dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dan berhasil mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPSS hingga 70%. Ke dua, model pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat dengan prinsip 3R merupakan solusi paradigmatik. Ketiga, problematika utama dalam pelaksanaan model ini adalah bagaimana mengubah paradigma “membuang sampah” jadi “memanfaatkan sampah”. Problematika lain yang teridentifikasi ialah (1) pemerintah daerah belum memberikan apresiasi terhadap masyarakat yang telah melakukan pemilahan sampah; (2) tidak ada mekanisme dan person yang memantau dan mengevaluasi kegiatan; (3) penerapan kebijakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan prinsip 3R tidak diikuti penyediaan sarana dan prasarana penunjang; (4) pemilahan sampah di rumah tangga kurang tuntas; (5) tidak ada kaderisasi untuk mencari pengurus baru yang memiliki kapabilitas dan integritas.
Ada enam hal yang dapat direkomendasikan.  Pertama, pemerintah, pengurus RT/RW, dan pengelola mendidik masyarakat secara terencana dan terukur tentang pengelolaan sampah yang benar. Ke dua, pemerintah mengatur dan memberikan insentif dan disinsentif untuk memotivasi masyarakat. Ke tiga, pemerintah, pengurus RT/RW, dan pengelola membuat mekanisme dan menentukan orang untuk memantau dan mengevaluasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Keempat, pemerintah menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah dengan model ini. Kelima, pengelola dan pengurus RT/RW mencari strategi kaderisasi pengelola. Keenam, model pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat layak dikembangkan jadi model pengelolaan sampah rumah tangga di perkotaan
(Sumber: PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA  BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Kota Yogyakarta). Tesis. F A I Z A H. 2008. PROGRAM MAGISTER ILMU LINGKUNGAN, PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG.) 


Terima Kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



PENGELOLAAN SAMPAH

Pengelolaan sampah merupakan kegiatan pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan , pendaur-ulangan , atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam . Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.
Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang , berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan , berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya tipe zat sampah , tanah yg digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum, banyak-konsep yang digunakan adalah:
•    Hirarki Sampah - hirarki limbah merujuk kepada " 3 M " mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi sampah. Hirarki limbah yang tetap menjadi dasar dari sebagian besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan limbah hirarki adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah.
•    Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah / Extended Producer Responsibility (EPR).(EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-produk mereka di seluruh siklus hidup (termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur, impor dan / atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta selama manufaktur.
•    prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuangan


Terima Kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



SAMPAH

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka Sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.
Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.  Berdasarkan sumbernya
1.    Sampah alam
2.    Sampah manusia
3.    Sampah konsumsi
4.    Sampah nuklir
5.    Sampah industri
6.    Sampah pertambangan

Sumber-sumber sampah
•    1. Rumah Tangga
•    2. Pertanian
•    3. Perkantoran
•    4. Perusahaan
•    5. Rumah Sakit
•    6. Pasar dll.

Secara garis besar, sampah juga dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1.    Sampah Anorganik/kering
Contoh : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat mengalami pembususkan secara alami.
2.     Sampah organik/basah
Contoh : Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara alami.
3.     Sampah berbahaya
contoh : Baterei, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll

Berdasarkan sifatnya, sampah dapat kelompokkan nejadi Sampah organik - dapat diurai (degradable), dan Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos; 2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;
Berdasarkan bentuknya, sampah merupakan bahan padat atau cair yang tidak dipergunakan lagi dan dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai Sampah Padat dan Sampah cair.
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.
Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:
1.    Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan.
2.    Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:
o    Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
o    Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.
Sampah cair merupakan bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
•    Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.
•    Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.
Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
Sampah manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.
Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.
Limbah radioaktif
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).



Terima Kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.




Tuesday, May 14, 2013

ETIOLOGI, SIKLUS HIDUP, DAN PENULARAN FILARIASIS

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori sebagai penyebab filariasis limfatik hidup eksklusif dalam tubuh manusia. Cacing berada pada sistem limfatik pada “network” antara pembuluh limfe dan pembuluh darah yang memelihara keseimbangan cairan tubuh dan merupakan komponen yang essensial untuk sistem pertahanan imun tubuh. Cacing hidup selama 4-6 tahun menghasilkan larva (mikrofilaria) yang akan ikut dalam sirkulasi darah (ANONIM., 2000).
Siklus hidup ketiga spesies cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori ) adalah hampir mirip. Larva infektif stadium 3 (L3i) masuk ke dalam darah melalui luka oleh gigitan nyamuk. Larva bermigrasi ke kelenjar limfe yang terrdekat selanjutnya menjadi cacing dewasa dalam waktu kira-kira 3 bulan-1 tahun. Rata- rata waktu inkubasi sebelum menjadi infektif adalah 15 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 5-10 tahun dan menyebabkan berbagai masalah karena kerusakan pembuluh limfe dan respon sistem imun yang dihasilkan (ANONIM.,1996).
W. bancrofti dan B. timori tidak memerlukan reservoir hewan. Sebaliknya pada B.malayi dilaporkan dapat menginfeksi kera ataupun mamalia lain sehingga bersifat zoonosis (BUCK, 1991). Masing masing penyebab filaria memiliki periodisitas yang berbeda yang terkait dengan prilaku vektor, siklus sikardian inang serta wilayah kasus (MCMAHON dan SIMONSEN,1996). Periodisitas akan dapat berubaha jika prilaku vektor utama juga berubah akibat tekanan terhadap siklus hidupnya. Tekanan revolusioner terhadap hidupnya diperkirakan akan mempercepat perubahan prilaku vektorsehingga akan mempengaruhi perubahan penularan dan periodisitas mikrofilaria. Siklus sikardian inang justru terkait dengan aktivitas dari inang. Perubahan aktivitas iang juga akan mempengaruhi siklus sikardian dan periodisitas mikrofilaria.
Diperkirakan kurang lebih 77 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Aedes, Culex, dan Mansonia dapat mendukung perkembangan Wuchereria bancrofti, tetapi secara alami hanya sebagian kecil yang dapat berlaku sebagai vektor (SCHMIDT dan ROBERT, 2000). Nyamuk Culex dan anopheles merupakan vektor utama bentuk periodik “nocturnal”, sedang bentuk sub periodik ditransmisikan nyamuk Aedes polynesiensis. Pada B. malayi, bentuk periodik nocturnal ditemukan pada area dengan banyak sawah sedangkan bentuk sub periodik nocturnal ditemukan di desa terpencil, perkebunan dan
hutan-hutan disekitar sungai. Nyamuk yang berlaku sebagai vektor B. malayi adalah nyamuk malam dari genus Mansonia, Aedes dan Culex. Anopheles barbirostris yang berkembang biak pada area persawahan diketahui sebagai vektor Brugia timori (ANONIM., 1996 ).

Terima kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



DINAMIKA FILARIASIS DI I NDONESIA

Filariasis di dunia dilaporkan menghabiskan dana 5 juta US $ setiap tahun untuk penanggulangannnya dan menduduki ranking 3 setelah malaria dan tubercolosis (ANONIM, 2002a). Pada daerah tropis dan subtropis kejadiannya terus meningkat disebabkan oleh karena perkembangan kota yang cepat dan tidak terencana, yang mencetak berbagai sisi perkembangbiakan nyamuk yang akan menularkan penyakit ini. Penyakit ini menjadi persisten karena kurangya alat kontrol dan strategi yang efektif dan mudah diterapkan pada negara endemis (ANONIM., 2000).
Tiga spesies cacing filaria penyebab filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Wuchereria bancrofti merupakan spesies yang paling umum ditemukan pada kasus infestasi oleh cacing ini (SCHMIDT dan ROBERT, 2000). Penyebaran penyakit diperantarai oleh nyamuk sebagai vektor. Cacing dewasa filaria hidup pada pembuluh limfasedangkan mikrofilaria hidup dalam darah (MCMAHON dan SIMONSEN, 1996). Cacing betina melepaskan mikrofilaria dalam pembuluh darah tepi dan dihisap oleh nyamuk yang selanjutnya agen infeksi ini disebarkan dari hewan ke manusia atau dari manusia ke manusia (ANONIM., 1996; SCHMIDT dan ROBERT, 2000).
Filariasis di Indonesia sepanjang tahun 2004-2005 ini telah dilaporkan terjadi di Sumatera Selatan sebanyak 48 kasus (ANONIM., 2005a), Tangerang 32 kasus (ANONIM., 2005b), Depok 1 kasus, dan lebih 17 Kabupaten di Jawa Barat termasuk Bogor (5 kasus), Sukabumi (6), Cianjur (6), Garut (7), Tasikmalaya (7), Ciamis (7), Kuningan (4) Cirebon (4), Majalengka (1), Subang (6) , Purwakarta (5), Krawang (2), Bekasi (61), kota bekasi (18), kota Sukabumi (4), kota Bandung (1) (ANONIM., 2004). Pengendalian yang perlu adalah peningkatan pemantauan (surveilans) untuk menemukan penderita kaki gajah akut dan kronis, serta penatalaksankan pengobatan agar penderita mampu merawat dirinya sendiri (ANONIM., 2005d). Pengobatan dilakukan dengan albendazole dan diethylcarbamazine (DEC) tetapi pengobatan yang lebih ideal masih perlu diteliti lebih lanjut (ANONIM., 2000; SCHMIDT dan ROBERT, 2000).

Daftar Pustaka:
ANONIM. 1996. Wuchereria bancrofti: The causative agent of Bancroftian Filariasis http://maven.smith.edu/~sawlab/fgn/pnb/wuch ban.html#bioandepid

ANONIM. 2000. Lymphatic Filariasis. WHO Mediacentre.http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/index.html

ANONIM. 2002a. Disease burden and epidemiological trends. WHO Tropical Diseases Research. ANONIM, 2002b. Si Kaki Gajah Yang Bikin Gundah. http://www.hanyawanita.com/_health/article.p
hp?article_id=3688
 
ANONIM, 2004a. “Kaki Gajah” Serang 17 Daerah. Pikiran Rakyat, Sabtu 5 Juni 2004. ANONIM, 2004b. Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Kecamatan Long ikis, Kabupaten Pasir, Propinsi Kalimantan Timur. Republika, 14 Januari 2004.

ANONIM,, 2005a. Ditemukan 48 Kasus Kaki Gajah di Sumsel. Kompas, 16 Mei 2005

ANONIM, 2005b. Tangerang Endemis Kaki Gajah. Republika, 23 April 2005.

ANONIM, 2005c. Tes Darah Penderita Kaki Gajah. Suara Merdeka. 12 Mei 2005.

ANONIM, 2005d. Pemerintah Berupaya Turunkan Jumlah Penderita Kaki Gajah. http://www.depkes.go.id/index.php.

MC MAHON, J.E and P.E. SIMONSEN. 1996. Filariases. dalam COOK, G. (Eds). Manson’s Tropical Diseases 20th. ELBS – W.B. Saunders, London.

SCHIMDT, G.D., ROBERTS, L.S., 2000. Foundation of Parasitology. 6thed. The McGraw Hill Companies, Inc.

Terima kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



FILARIASIS DI INDONESIA

Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori (1). Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi (2). Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di daerah lain. Gejala kronis terjadi akibat penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama dengan terjadinya peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel. Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah kasus kronis filariasis yang dilaporkan sampai tahun 2009 sudah sebanyak 11.914 kasus.
Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres (3). Untuk menimbulkan gejala klinis penyakit filariasis diperlukan beberapa kali gigitan nyamuk terinfeksi filaria dalam waktu yang lama.
Filariasis menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia sesuai dengan resolusi World Health Assembly (WHA) pada tahun 1997. Program eleminasi filariasis di dunia dimulai berdasarkan deklarasi WHO tahun 2000. di Indonesia program eliminasi filariasis dimulai pada tahun 2002. Untuk mencapai eliminasi, di Indonesia ditetapkan dua pilar yang akan dilaksanakan yaitu: 1).Memutuskan
rantai penularan dengan pemberian obat massal pencegahan filariasis (POMP filariasis) di daerah endemis; dan 2).Mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis.
KASUS KLINIS FILARIASIS DI INDONESIA
Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah. Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup tinggi. Perkembangan jumlah penderita kasus filariasis dari tahun 2000 – 2009 tiap tahun semakin meningkat. Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (1.730 orang) dan Papua (1.158 orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali (18 orang), Maluku Utara (27 orang), dan Sulawesi Utara (30 orang). Kejadian filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia. Hal ini memerlukan perhatian untuk ditindak lanjuti, dan dicari kemungkinan penyebabnya.
Menurut kabupaten, pada tahun 2009 tiga kabupaten dengan kasus terbanyak filariasis adalah Aceh Utara (1.353 kasus), Manokwari (667 kasus) dan Mappi (652 kasus). Tampak perbedaan jumlah kasus yang cukup besar di kabupaten Aceh Utara dibandingkan dengan jumlah kasus pada kabupaten lainnya. Hal ini perlu menjadi perhatian dan dicari kemungkinan penyebabnya. Dari data kesehatan diketahui 87% kabupaten/kota mempunyai kasus klinis filariasis pada range 1-100 kasus, 5,9% kab/kota tidak memiliki kasus klinis filariasis, 5,2% pada range 101-200 kasus, 1,2% pada range 201-700 kasus dan 0,2% pada range >700 kasus.
ENDEMISITAS FILARIASIS
Penyelenggaraan eliminasi filariasis diprioritaskan pada daerah endemis filariasis. Endemisitas filariasis di kabupaten/kota ditentukan berdasarkan survei pada desa yang memiliki kasus kronis, dengan memeriksa darah jari 500 orang yang tinggal disekitar tempat tinggal penderita kronis tersebut pada malam hari. Mikrofilaria (Mf) rate 1% atau lebih merupakan indikator suatu kabupaten/kota menjadi daerah endemis filariasis. Mf rate dihitung dengan cara membagi jumlah sediaan yang positif mikrofilaria dengan jumlah sediaan darah yang diperiksa dikali seratus persen
Tingkat endemisitas di Indonesia berkisar antara 0%-40%. Dengan endemisitas setiap provinsi dan kabupaten berbeda-beda. Untuk menentukan endemisitas dilakukan survei darah jari yang dilakukan di setiap kabupaten/kota. Dari hasil survei tersebut, hingga tahun 2008, kabupaten/kota yang endemis filariasis adalah 335 kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota yang ada di Indonesia (67%), 3 kabupaten/kota yang tidak endemis filariasis (0,6%), dan 176 kabupaten/kota yang belum melakukan survey endemisitas filariasis. Pada tahun 2009 setelah dilakukan survei pada kabupaten/kota yang belum melakukan survei tahun 2008, jumlah Kabupaten/kota yang endemis filariasis meningkat menjadi 356 kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota di Indonesia atau sebesar 71,9% sedangkan 139
kabupaten/kota (28,1%) tidak endemis filariasis.

Terima kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



HIDROKARBON (HC)

A. SIFAT / KARASTERISTIK
Struktur Hidrokarban (HC) terdiri dari elemen hidrogen dan korbon dan sifat fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC. HC adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur ini akan cenderung berbentuk padatan. Hidrokarbon dengan kandungan unsur C antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan kandungan karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan padatan.
HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu.
Berdasarkan struktur molekulnya, hidrokarbon dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu hidrokarban alifalik, hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon alisiklis. Molekul hidrokarbon alifalik tidak mengandung cincin atom karbon dan semua atom karbon tersusun dalam bentuk rantai lurus atau bercabang.
B. SUMBER DAN DISTRIBUSI
Sebagai bahan pencemar udara, Hidrokarbon dapat berasal dari proses industri yang diemisikan ke udara dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. HC merupakan polutan primer karena dilepas ke udara ambien secara langsung, sedangkan oksidan fotokima merupakan polutan sekunder yang dihasilkan di atmosfir dari hasil reaksi-reaksi yang melibatkan polutan primer. Kegiatan industri yang berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk HC adalah industri plastik, resin, pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan karet. Diperkirakan emisi industri sebesar 10 % berupa HC.
Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang kurang baik akan menghasilkan HC. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan kemudian menurun lagi pada malam hari. Adanya hidrokarbon di udara terutama metana, dapat berasal dari sumber-sumber alami terutama proses biologi aktivitas geothermal seperti explorasi dan pemanfaatan gas alam dan minyak bumi dan sebagainya Jumlah yang cukup besar juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik pada permukaan tanah, Demikian juga pembuangan sampah, kebakaran hutan dan kegiatan manusia lainnya mempunyai peranan yang cukup besar dalam memproduksi gas hidrakarbon di atmosfir.
C. DAMPAK KESEHATAN
Hidrokarbon diudara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah industri dan padat lalulintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker.
Pengaruh hidrokarbon aromatic pada kesehatan manusia dapat terlihat pada tabel dibawah ini.
Jenis Hidrokarbon Konsentrasi ( ppm )                                    Dampak Kesehatan
Benzene ( C6H6 ) 100                                                            Iritasi membran mukosa
3.000                                                                                       Lemas setelah ½ - 1 Jam
7.500                                                                   Pengaruh sangat berbahaya setelah pemaparan 1 jam
20.000                                                                           Kematian setelah pemaparan 5 –10 menit
Toluena ( C7H8 ) 200                            Pusing lemah dan berkunang-kunang setelah pemaparan 8 jam
600                                                  Kehilangan koordinasi bola mata terbalik setelah pemaparan 8 jam

D. PENGENDALIAN
    1. PENCEGAHAN
        Sumber Bergerak
a) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap baik.
b) Melakukan pengujian emisi secara berkala dan KIR kendaraan.
c) Memasang filter pada knalpot.
        Sumber Tidak Bergerak
a) Memasang scruber pada cerobong asap.
b) Memodifikasi pada proses pembakaran.
        Manusia
Apabila kadar oksidan dalam udara ambien telah melebihi baku mutu (235 mg/Nm3 dengan waktu pengukuran 1jam) maka untuk mencegah dampak kesehatan dilakukan upaya-upaya:
a) Menggunakan alat pelindung diri, seperti masker gas.
b) Mengurangi aktifitas di luar rumah.
     2. PENANGGULANGAN
a) Mengganti peralatan yang rusak.
b) Mengatur pertukaran udara didalam ruang, seperti menggunakan exhaust-fan.
c) Bila jatuh korban keracunan maka lakukan :
· Berikan pengobatan atau pernafasan buatan.
· Kirim segera ke Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat.

Terima kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



OKSIDAN (O3)

A. SIFAT FISIK DAN KIMIA
Oksidan (O3) merupakan senyawa di udara selain oksigen yang memiliki sifat sebagai pengoksidasi. Oksidan adalah komponen atmosfir yang diproduksi oleh proses fotokimia, yaitu suatu proses kimia yang membutuhkan sinar matahari mengoksidasi komponen-komponen yang tak segera dioksidasi oleh oksigen. Senyawa yang terbentuk merupakan bahan pencemar sekunder yang diproduksi karena interaksi antara bahan pencemar primer dengan sinar.
Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oksidan fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2. Polutan sekunder yang dihasilkan dari reaksi hidrokarbon dalam siklus ini adalah ozon dan peroksiasetilnitrat.
OZON 
Ozon merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat kuat setelah fluor, oksigen dan oksigen fluorida (OF2). Meskipun di alam terdapat dalam jumlah kecil tetapi lapisan lain dengan bahan pencemar udara Ozon sangat berguna untuk melindungi bumi dari radiasi ultraviolet (UV-B). Ozon terbentuk diudara pada ketinggian 30 km dimana radiasi UV matahari dengan panjang gelombang 242 nm secara perlahan memecah molekul oksigen (O2) menjadi atom oksigen tergantung dari jumlah molekul O2 atom-atom oksigen secara cepat membentuk ozon. Ozon menyerap radiasi sinar matahari dengan kuat didaerah panjang gelombang 240-320 nm. Absorpsi radiasi elektromagnetik oleh ozon didaerah ultraviolet dan inframerah digunakan dalam metode-metode analitik.
PEROKSIASETILNITRAT
Proses-proses fotokimia menghasilkan jenis-jenis pengoksidasi lain –selain ozon, termasuk peroksiasilinitrat yang mempunyai struktur sebagai berikut :
                        O
R – C
                         0 0 N O 2
R = CH3 : peroksiasetilnitrat ( PAN )
R = C2H5 : peroksipropionilnitrat ( PPN )
R = C6H5 : peroksibenzoilnitrat ( PBzN )
Meskipun untuk setiap jenis peroksiasetilnitrat sudah diberikan perhatian, data monitoring yang tersedia hanya untuk peroksiasetilnitrat. Peroksiasrtilnitrat mempunyai 2 ciri yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya peroksiasetilnitrat kadar rendah. Ciri pertama adalah absorpsi di daerah inframerah dan kemampuan dalam menangkap elektron. Ciri kedua digunakan sebagai dasar metoda pengukuran kadar peroksiasetilnitrat di udara secara khromatografi.
OKSIDAN LAIN
Hidrogen peroksida telah diidentifikasi sebagai oksidan fotokimia yang potensial. Akan tetapi hidrogen peroksida ini merupakan senyawa yang sangat sulit dideteksi secara spesifik di udara. Oleh arena itu tidak mungkin memperkirakan dengan pasti bahwa hidrogen peroksida sebagai pencemar fotokimia udara.
B. SUMBER DAN DISTRIBUSI
Yang dimaksud dengan oksidan fotokimia meliputi Ozon, Nitrogen dioksida, dan peroksiasetilnitrat (PAN) karena lebih dari 90% total oksidan terdapat dalam bentuk ozon maka hasil monitoring udara ambien dinyatakan sebagai kadar ozon. Karena pengaruh pencemaran udara jenis oksidan cukup akut dan cepatnya perubahan pola pencemaran selama sehari dan dari suatu tempat ketempat lain, maka waktu dimana kadar Ozon paling tinggi secara umum ditentukan dalam pemantauan. Mencatat jumlah perjam per hari, perminggu, per musim atau per tahun selama kadar tertentu dilampaui juga merupakan cara yang berguna untuk melaporkan sejauh mana Ozon menjadi masalah.
Kadar ozon alami yang berubah-ubah sesuai dengan musim pertahunnya berkisar antara 10–100mg/m3 (0,005–0,05 ppm). Diwilayah pedesaan kadar ozon dapat menjadi tinggi karena adanya kiriman jarak jauh O3 dari udara yang berasal dari perkotaan. Didaerah perkotaan yang besar, tingkat ozon atau total oksidan maksimum 1 jam dapat berkisar dari 300–800 mg/m3 (0,15-0,40 ppm) atau lebih 5–30% hasil pemantauan di beberapa kota besar didapatkan kadar oksida maksimum 1jam yang melampaui 200 mg/m3 (0,1ppm).
Peroksiasetilnitrat umumnya terbentuk secara serentak bersama dengan ozon. Pengukuran kadar PAN di udara ambien yang telah dilakukan relatif sedikit, tetapi dari hasil pengukuran Pb dapat diamati perbandingan antara PAN dengan ozon antara 1:50 dan 1:100, dan variasi kadar kadang-kadang mengikuti ozon.
C. DAMPAK TERHADAP KESEHATAN
Oksidan fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain itu oksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata. Beberapa gejala yang dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan kontak dengan ozon, sampai dengan kadar 0,2 ppm tidak ditemukan pengaruh apapun, pada kadar 0,3 ppm mulai terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kontak dengan Ozon pada kadar 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan koordinasi. Pada kebanyakan orang, kontak dengan ozon dengan kadar 9,0 ppm selama beberapa waktu akan mengakibatkan edema pulmonari.
Pada kadar di udara ambien yang normal, peroksiasetilnitrat (PAN) dan Peroksiabenzoilnitrat (PbzN) mungkin menyebabkan iritasi mata tetapi tidak berbahaya bagi kesehatan. Peroksibenzoilnitrat (PbzN) lebih cepat menyebabkan iritasi mata.

Terima Kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.



NITROGEN DIOKSIDA (NO2)

A. SIFAT FISIKA DAN KIMIA
Oksida Nitrogen (NOx) adalah kelompok gas nitrogen yang terdapat di atmosfir yang terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara. Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam.
Nitrogen monoksida terdapat diudara dalam jumlah lebih besar daripada NO2. Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen diudara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2.
Udara terdiri dari 80% Volume nitrogen dan 20% Volume oksigen. Pada suhu kamar, hanya sedikit kecendrungan nitrogen dan oksigen untuk bereaksi satu sama lainnya. Pada suhu yang lebih tinggi (diatas 1210°C) keduanya dapat bereaksi membentuk NO dalam jumlah banyak sehingga mengakibatkan pencemaran udara. Dalam proses pembakaran, suhu yang digunakan biasanya mencapai 1210 – 1.765 °C, oleh karena itu reaksi ini merupakan sumber NO yang penting. Jadi reaksi pembentukan NO merupakan hasil samping dari proses pembakaran.
B. SUMBER DAN DISTRIBUSI
Dari seluruh jumlah oksigen nitrogen ( NOx ) yang dibebaskan ke udara, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan tetapi pencemaran NO dari sumber alami ini tidak merupakan masalah karena tersebar secara merata sehingga jumlah nya menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah pencemaran NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat pada tempat-tempat tertentu.
Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10–100 kali lebih tinggi dari pada di udara pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas, dan bensin.
Kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari intensitas sinar mataharia dan aktivitas kendaraan bermotor. Perubahan kadar NOx berlangsung sebagai berikut :
a) Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO2 tetap stabil dengan kadar sedikit lebih tinggi dari kadar minimum sehari-hari.
b) Setelah aktifitas manusia meningkat ( jam 6-8 pagi ) kadar NO meningkat terutama karena meningkatnya aktivitas lalu lintas yaitu kendaraan bermotor. Kadar NO tetinggi pada saat ini dapat mencapai 1-2 ppm.
c) Dengan terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultra violet kadar NO2 ( sekunder ) kadar NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm.
d) Kadar ozon meningkat dengan menurunnya kadar NO sampai 0,1 ppm.
e) Jika intensitas sinar matahari menurun pada sore hari ( jam 5-8 malam ) kadar NO meningkat kembali.
f) Energi matahari tidak mengubah NO menjadi NO2 (melalui reaksi hidrokarbon) tetapi O3 yang terkumpul sepanjang
hari akan bereaksi dengan NO. Akibatnya terjadi kenaikan kadar NO2 dan penurunan kadar O3.
g) Produk akhir dari pencemaran NOx di udara dapat berupa asam nitrat, yang kemudian diendapkan sebagai garam-garam nitrat didalam air hujan atau debu. Merkanisme utama pembentukan asam nitrat dari NO2 di udara masih terus dipelajari Salah satu reaksi dibawah ini diduga juga terjadi diudara tetapi diudara tetapi peranannya mungkin sangat kecil dalam menentukan jumlah asam nitrat di udara.
h) Kemungkinan lain pembentukan HNO3 didalam udara tercemar adalah adanya reaksi dengan ozon pada kadar NO2 maksimum O3 memegang peranan penting dan kemungkinan terjadi tahapan reaksi sebagai berikut :
O3 + NO2 ----à NO3 + O2
NO3 + NO2 -----à N2O5
N2O5 + 2HNO3 ----à 2HNO3
Reaksi tersebut diatas masih terus dibuktikan kebenarannya, tetapi yang penting adalah bahwa proses-proses diudara mengakibatkan perubahan NOx menjadi HNO3 yang kemudian bereaksi membentuk partikel-partikel.
C. DAMPAK TERHADAP KESEHATAN
Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Diudara ambien yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipajankan NO dengan dosis yang sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistim syarat dan kekejangan. Penelitian lain menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai 2500 ppm akan hilang kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian diberi udara segar akan sembuh kembali setelah 4–6 menit. Tetapi jika pemajanan NO pada kadar tersebut berlangsung selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan semua tikus yang diuji akan mati.
NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru ( edema pulmonari ). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas.
D. PENGENDALIAN 
    1. PENCEGAHAN
        Sumber Bergerak
a) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap baik.
b) Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala.
c) Memasang filter pada knalpot.
        Sumber Tidak Bergerak
a) Mengganti peralatan yang rusak.
b) Memasang scruber pada cerobong asap.
c) Memodifikasi pada proses pembakaran.
        Manusia
Apabila kadar NO2 dalam udara ambien telah melebihi baku mutu ( 150 mg/Nm3 dengan waktu pengukur 24 jam) maka untuk mencegah dampak kesehatan dilakukan upaya-upaya :
a) Menggunakan alat pelindung diri, seperti masker gas.
b) Mengurangi aktifitas di luar rumah.
     2. PENANGGULANGAN
a) Mengatur pertukaran udara di dalam ruang, seperti mengunakan exhaust-fan.
b) Bila terjadi korban keracunan, maka lakukan :
· Berikan pengobatan atau pernafasaan buatan.
· Kirim segera ke Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat.

Terima kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya



Sunday, May 12, 2013

KARBON MONOKSIDA (CO)

A. SIFAT FISIKA DAN KIMIA
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida(CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin.
B. SUMBER DAN DISTRIBUSI
Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia, Korban monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, Jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta Ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya.
Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur rumah tangga dan tungku pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO yang cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun bus. Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar maksimum CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari.
Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan bangunan disekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan dalam bentuk kadar karboksi-haemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan sangat pelahan karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO diudara dan HbCO dalam darah Oleh karena itu kadar CO didalam lingkungan, cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pemajanan Data CO yang dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam pengukuran sepajang hari (moving 8 hour average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan tersebut akan lebih mendekati gambaran dari respons tubuh manusia tyerhadap keracunan CO dari udara.
Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama berasal dari alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadar nya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak memadai ventilasinya. Namun umunnya pemajanan yang berasal dari dalam ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil pemajanan asap rokok. Beberapa Individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan kerjanya. Kelompok masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk polisi lalu lintas atau tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia dan pemadam kebakaran.
Pemajanan Co dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu mendapat perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai setinggi 600 mg/m3 dan didalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa mengandung HbCO sampai lima kali lebih tinggi dari kadar nomal. Para petugas yang bekerja dijalan raya diketahui mengandung HbCO dengan kadar 4–7,6% (porokok) dan 1,4–3,8% (bukan perokok) selama sehari bekarja. Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum jarang yang melampaui 1% walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar di Amerika Utara menunjukan bahwa 45 % dari masyarakat bukan perokok yang terpajan oleh CO udara, di dalam darahnya terkandung HbCO melampaui 1,5%. Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri dapat memproduksi CO akibat proses metabolismenya yang normal. Produksi CO didalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar 0,1+1% dari total HbCO dalam darah.
C. DAMPAK TERHADAP KESEHATAN
Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengakut oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah.
Dampak dari CO bervasiasi tergangtung dari status kesehatan seseorang pada saat terpajan .Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%.
Pengaruh CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular telah banyak diketahui. Namun respon dari masyarakat berbadan sehat terhadap pemajanan CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang, masih sedikit diketahui. Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai kemampuan untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam lingkungannya yang terjadi pada saat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan kewaspadaan tinggi dan terus menerus, dapat terganggu/ terhambat pada kadar HbCO yang berada dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini secara kasar ekivalen dengan kadar CO di udara masing-masing sebesar 80 dan 35 mg/m3) Pengaruh ini terlalu terlihat pada perokok, karena kemungkinan sudah terbiasa terpajan dengan kadar yang sama dari asap rokok.
Beberapa studi yang dilakukan terhadap sejumlah sukarelawan berbadan sehat yang melakukan latihan berat (studi untuk melihat penyerapan oksigen maksimal) menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada kadar HbCO 50% dengan latihan yang lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70% selama 5-60 menit. Gangguan tidak dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut jantung meningkat cepat dan tidak proporsional. Studi dalam jangka waktu yang lebih panjang terhadap pekerja yang bekerja selama 4 jam dengan kadar HbCO 5-6% menunjukkan pengaruh yang serupa terhadap denyut jantung, tetapi agak berbeda.
Hasil studi diatas menunjukkan bahwa paling sedikit untuk para bukan perokok, ternyata ada hubungan yang linier antara HbCO dan menurunnya kapasitas maksimum oksigen. Walaupun kadar CO yang tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal jantung, dan kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data tentang pengaruh pemajanan CO kadar rendah terhadap sistim kardiovaskular.
Hubungan yang telah diketahui tentang merokok dan peningkatan risiko penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa CO kemungkinan mempunyai peran dalam memicu timbulnya penyakit tersebut (perokok berat tidak jarang mengandung kadar HbCO sampai 15 %). Namun tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa karbon monoksida menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO mampu untuk mengganggu transpor oksigen ke seluruh tubuh yang dapat berakibat serius pada seseorang yang telah menderita sakit jantung atau paru-paru.
Studi epidemiologi tentang kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung dan kadar CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah, sangat sulit untuk ditafsirkan. Namun dada terasa sakit pada saat melakukan gerakan fisik, terlihat jelas akan timbul pada pasien yang terpajan CO dengan kadar 60 mg/m3, yang menghasilkan kadar HbCO mendekati 5%. Walaupun wanita hamil dan janin yang dikandungnya akan menghasilkan CO dari dalam tubuh (endogenous) dengan kadar yang lebih tinggi, pajanan tambahan dari luar dapat mengurangi fungsi oksigenasi jaringan dan plasental, yang menyebabkan bayi dengan berat badan rendah. Kondisi seperti ini menjelaskan mengapa wanita merokok melahirkan bayi dengan berat badan lebih rendah dari normal. Masih ada dua aspek lain dari pengaruh CO terhadap kesehatan yang perlu dicatat. Pertama, tampaknya binatang percobaan dapat beradaptasi terhadap pemajanan CO karena mampu mentolerir dengan mudah pemajanan akut pada kadar tinggi, walaupun masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Kedua, dalam kaitannya dengan CO di lingkungan kerja yang dapat menggangggu pertubuhan janin pada pekerja wanita, adalah kenyataan bahwa paling sedikit satu jenis senyawa hidrokarbon-halogen yaitu metilen khlorida (dikhlorometan), dapat menyebabkan meningkatnya kadar HbCO karena ada metobolisme di dalam tubuh setelah absorpsi terjadi.
Karena senyawa diatas termasuk kelompok pelarut (Sollvent) yang banyak digunakan dalam industri untuk menggantikan karbon tetrakhlorida yang beracun, maka keamanan lingkungan kerja mereka perlu ditinjau lebih lanjut.
D. PENGENDALIAN
     1. PENCEGAHAN 
                Sumber Bergerak
a) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap baik.
b) Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala.
c) Memasang filter pada knalpot.
               Sumber Tidak Bergerak
a) Memasang scruber pada cerobong asap.
b) Merawat mesin industri agar tetap baik dan lakukan pengujian secara berkala.
c) Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar CO rendah.
               Manusia
Apabila kadar CO dalam udara ambien telah melebihi baku mutu ( 10.000 ug/Nm3 udara dengan rata-rata
waktu pengukuran 24 jam ) maka untuk mencegah dampak kesehatan dilakukan upaya-upaya:
a) Menggunakan alat pelindung diri ( APD ) seperti masker gas.
b) Menutup / menghindari tempat-tempat yang diduga mengandung CO seperti sumur tua , Goa , dll.
E. PENANGGULANGAN
a) Mengatur pertukaran udara didalam ruang seperti mengunakan exhaust-fan.
b) Bila terjadi korban keracunan maka lakukan :
• Berikan pengobatan atau pernafasan buatan
• Kirim segera ke rumah sakit atau puskesmas terdekat


Terima Kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.