Tuesday, May 14, 2013

DINAMIKA FILARIASIS DI I NDONESIA

Filariasis di dunia dilaporkan menghabiskan dana 5 juta US $ setiap tahun untuk penanggulangannnya dan menduduki ranking 3 setelah malaria dan tubercolosis (ANONIM, 2002a). Pada daerah tropis dan subtropis kejadiannya terus meningkat disebabkan oleh karena perkembangan kota yang cepat dan tidak terencana, yang mencetak berbagai sisi perkembangbiakan nyamuk yang akan menularkan penyakit ini. Penyakit ini menjadi persisten karena kurangya alat kontrol dan strategi yang efektif dan mudah diterapkan pada negara endemis (ANONIM., 2000).
Tiga spesies cacing filaria penyebab filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Wuchereria bancrofti merupakan spesies yang paling umum ditemukan pada kasus infestasi oleh cacing ini (SCHMIDT dan ROBERT, 2000). Penyebaran penyakit diperantarai oleh nyamuk sebagai vektor. Cacing dewasa filaria hidup pada pembuluh limfasedangkan mikrofilaria hidup dalam darah (MCMAHON dan SIMONSEN, 1996). Cacing betina melepaskan mikrofilaria dalam pembuluh darah tepi dan dihisap oleh nyamuk yang selanjutnya agen infeksi ini disebarkan dari hewan ke manusia atau dari manusia ke manusia (ANONIM., 1996; SCHMIDT dan ROBERT, 2000).
Filariasis di Indonesia sepanjang tahun 2004-2005 ini telah dilaporkan terjadi di Sumatera Selatan sebanyak 48 kasus (ANONIM., 2005a), Tangerang 32 kasus (ANONIM., 2005b), Depok 1 kasus, dan lebih 17 Kabupaten di Jawa Barat termasuk Bogor (5 kasus), Sukabumi (6), Cianjur (6), Garut (7), Tasikmalaya (7), Ciamis (7), Kuningan (4) Cirebon (4), Majalengka (1), Subang (6) , Purwakarta (5), Krawang (2), Bekasi (61), kota bekasi (18), kota Sukabumi (4), kota Bandung (1) (ANONIM., 2004). Pengendalian yang perlu adalah peningkatan pemantauan (surveilans) untuk menemukan penderita kaki gajah akut dan kronis, serta penatalaksankan pengobatan agar penderita mampu merawat dirinya sendiri (ANONIM., 2005d). Pengobatan dilakukan dengan albendazole dan diethylcarbamazine (DEC) tetapi pengobatan yang lebih ideal masih perlu diteliti lebih lanjut (ANONIM., 2000; SCHMIDT dan ROBERT, 2000).

Daftar Pustaka:
ANONIM. 1996. Wuchereria bancrofti: The causative agent of Bancroftian Filariasis http://maven.smith.edu/~sawlab/fgn/pnb/wuch ban.html#bioandepid

ANONIM. 2000. Lymphatic Filariasis. WHO Mediacentre.http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/index.html

ANONIM. 2002a. Disease burden and epidemiological trends. WHO Tropical Diseases Research. ANONIM, 2002b. Si Kaki Gajah Yang Bikin Gundah. http://www.hanyawanita.com/_health/article.p
hp?article_id=3688
 
ANONIM, 2004a. “Kaki Gajah” Serang 17 Daerah. Pikiran Rakyat, Sabtu 5 Juni 2004. ANONIM, 2004b. Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Kecamatan Long ikis, Kabupaten Pasir, Propinsi Kalimantan Timur. Republika, 14 Januari 2004.

ANONIM,, 2005a. Ditemukan 48 Kasus Kaki Gajah di Sumsel. Kompas, 16 Mei 2005

ANONIM, 2005b. Tangerang Endemis Kaki Gajah. Republika, 23 April 2005.

ANONIM, 2005c. Tes Darah Penderita Kaki Gajah. Suara Merdeka. 12 Mei 2005.

ANONIM, 2005d. Pemerintah Berupaya Turunkan Jumlah Penderita Kaki Gajah. http://www.depkes.go.id/index.php.

MC MAHON, J.E and P.E. SIMONSEN. 1996. Filariases. dalam COOK, G. (Eds). Manson’s Tropical Diseases 20th. ELBS – W.B. Saunders, London.

SCHIMDT, G.D., ROBERTS, L.S., 2000. Foundation of Parasitology. 6thed. The McGraw Hill Companies, Inc.

Terima kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.


Sameera ChathurangaPosted By Sameera Chathuranga

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat contact me

Thank You


0 Responses So Far:

Post a Comment